Ini dimulai dengan orang Belanda yang bekerja di Batavia (sekarang Jakarta) mencari tempat tinggal. Kota Batavia terlalu panas dan sibuk, jadi Anda harus mencari tempat yang lebih sejuk di luar kota.
Mereka juga melakukan pencarian, dan pada 10 Agustus 1744, Gubernur Jenderal Belanda GW Baron van Imhof menemukan posisi strategis di sebuah desa yang disebut Kampong Baro.
Pada tahun 1745, Gubernur Jenderal van Imhof (1745–1750) memerintahkan pembangunan Buitenzorg, sebuah penginapan yang dia pilih sendiri. Ia sendiri membuat gedung itu, meniru Istana Blenheim, kediaman Duke of Marlborough dekat Oxford, Inggris. Jacob Mosel, gubernur jenderal berikutnya, menjabat dari tahun 1750 hingga 1761, dan melanjutkan proses pembangunan.
Sejarah menceritakan bahwa selama Perang Bante, yang terjadi dari tahun 1750 hingga 1754, bangunan ini mengalami kerusakan parah karena diserang oleh kelompok anti Banten yang dipimpin oleh Kyai Thapa dan Ratu Bagus Buang.
Penginapan ini diperluas selama pemerintahan Jenderal Willem Deindels (1808–1811) dengan penambahan di kiri dan kanan bangunan. Dua tingkat membentuk tubuh utama. Selain itu, enam pasang rusa tutul telah dibawa kembali dari perbatasan Indo-Nepal dan sangat menghiasi area tersebut.
Kemudian, selama pemerintahan Baron van der Kappelen, Gubernur Jenderal, dari 1817 hingga 1826, terjadi perubahan besar. Untuk menambah kemegahan istana, sebuah menara dibangun di tengah-tengah bangunan induk dan kebun raya dibangun, diresmikan pada tanggal 18 Mei 1817.
Bangunan ini rusak parah oleh gempa bumi lagi pada 10 Oktober 1834.
Gempa bumi menghancurkan semua bangunan tua peninggalan Gubernur Jenderal Albert Jacob Dumayer van Twist (1851-1856). Kemudian dibangun sebuah gedung baru satu lantai dengan gaya arsitektur Eropa abad ke-9. Penambahan dua jembatan yang menghubungkan bangunan induk dan sayap kanan dan kiri adalah perubahan tambahan. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Carl Ferdinand Pahu de Montaigne (1856–1861), istana baru selesai dibangun. Pada tahun 1870, Istana Buitorg diubah menjadi tempat tinggal utama Gubernur Jenderal Belanda.
Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang menyerah kepada PBB, dan kemudian Indonesia menjadi negara merdeka. Untuk mengibarkan bendera merah putih, Front Keamanan Rakyat (BKR) menduduki Istana Buitenzorg. Pada akhir tahun 1949, Istana Buitenzurg, yang sekarang disebut Istana Kepresidenan Bogor, kembali ke pemerintahan Republik. Istana Kepresidenan Bagor digunakan oleh pemerintah Indonesia pada Januari 1950 setelah kemerdekaan.
Perpustakaan Istana Kepresidenan Bogor memiliki 3.205 buku dalam koleksinya tentang sastra dan seni. Banyak lukisan, patung, keramik, dan karya seni lainnya disimpan di istana ini. Istana ini memiliki 448 lukisan dan patung dari berbagai bahan. Istana ini memiliki 216 gambar.
Kastil Bogor memiliki 196 karya keramik, selain lukisan dan patung. Semuanya berada di museum keraton, kecuali item yang dipamerkan di setiap bangunan dan ruangan keraton. Luas Istana Bogor adalah 28 hektar.
Mereka juga melakukan pencarian, dan pada 10 Agustus 1744, Gubernur Jenderal Belanda GW Baron van Imhof menemukan posisi strategis di sebuah desa yang disebut Kampong Baro.
Pada tahun 1745, Gubernur Jenderal van Imhof (1745–1750) memerintahkan pembangunan Buitenzorg, sebuah penginapan yang dia pilih sendiri. Ia sendiri membuat gedung itu, meniru Istana Blenheim, kediaman Duke of Marlborough dekat Oxford, Inggris. Jacob Mosel, gubernur jenderal berikutnya, menjabat dari tahun 1750 hingga 1761, dan melanjutkan proses pembangunan.
Sejarah menceritakan bahwa selama Perang Bante, yang terjadi dari tahun 1750 hingga 1754, bangunan ini mengalami kerusakan parah karena diserang oleh kelompok anti Banten yang dipimpin oleh Kyai Thapa dan Ratu Bagus Buang.
Penginapan ini diperluas selama pemerintahan Jenderal Willem Deindels (1808–1811) dengan penambahan di kiri dan kanan bangunan. Dua tingkat membentuk tubuh utama. Selain itu, enam pasang rusa tutul telah dibawa kembali dari perbatasan Indo-Nepal dan sangat menghiasi area tersebut.
Kemudian, selama pemerintahan Baron van der Kappelen, Gubernur Jenderal, dari 1817 hingga 1826, terjadi perubahan besar. Untuk menambah kemegahan istana, sebuah menara dibangun di tengah-tengah bangunan induk dan kebun raya dibangun, diresmikan pada tanggal 18 Mei 1817.
Bangunan ini rusak parah oleh gempa bumi lagi pada 10 Oktober 1834.
Gempa bumi menghancurkan semua bangunan tua peninggalan Gubernur Jenderal Albert Jacob Dumayer van Twist (1851-1856). Kemudian dibangun sebuah gedung baru satu lantai dengan gaya arsitektur Eropa abad ke-9. Penambahan dua jembatan yang menghubungkan bangunan induk dan sayap kanan dan kiri adalah perubahan tambahan. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Carl Ferdinand Pahu de Montaigne (1856–1861), istana baru selesai dibangun. Pada tahun 1870, Istana Buitorg diubah menjadi tempat tinggal utama Gubernur Jenderal Belanda.
Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang menyerah kepada PBB, dan kemudian Indonesia menjadi negara merdeka. Untuk mengibarkan bendera merah putih, Front Keamanan Rakyat (BKR) menduduki Istana Buitenzorg. Pada akhir tahun 1949, Istana Buitenzurg, yang sekarang disebut Istana Kepresidenan Bogor, kembali ke pemerintahan Republik. Istana Kepresidenan Bagor digunakan oleh pemerintah Indonesia pada Januari 1950 setelah kemerdekaan.
Perpustakaan Istana Kepresidenan Bogor memiliki 3.205 buku dalam koleksinya tentang sastra dan seni. Banyak lukisan, patung, keramik, dan karya seni lainnya disimpan di istana ini. Istana ini memiliki 448 lukisan dan patung dari berbagai bahan. Istana ini memiliki 216 gambar.
Kastil Bogor memiliki 196 karya keramik, selain lukisan dan patung. Semuanya berada di museum keraton, kecuali item yang dipamerkan di setiap bangunan dan ruangan keraton. Luas Istana Bogor adalah 28 hektar.